BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Penyusunan
Pemilihan
umum (Pemilu) merupakan suatu sarana aspirasi dari masyarakat dalam memilih
para calon wakil-wakil rakyat yang akan duduk di pemerintahan. Pemilu dalam
negara yang demokrasi merupakan sudah menjadi unsur yang wajib ada. Hal ini
dikarenakan, pemilu merupakan salah satu bentuk perkembangan dari proses
demokratisasi. Dalam pemilihan umum, yang dipilih bukan hanya lembaga-lembaga
legislti atau presiden yang akan menduduki jabatan di pemerintah pusat
melainkan pejabat-pejabat daerah seperti bupati, walikota dan lainnya juga
dipilih langsung oleh masyarakat sesuai dengan UU No.22 Tahun 2007.
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi.
Dalam proses sistem pemilihan umum, Indonesia sudah menlakukan beberapa kali
pemilihan umum di hitung sejak pemilihan umum yang pertama yaitu tahun 1955. Pemilu yang terakhir
dilaksanakan di Indonesia adalah pada tahun 2009. Sistem pemilu yang digunakan
berbeda jauh dengan pemilu sebelum era reformasi, di mana sekarang yang
menentukan wakil rakyat dan pemimpin adalah masyarakat sendiri secara langsung.
Dengan melihat pada sistem pemilu saat ini, pemilahan umum telah dianggap
menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya
terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilhan umum adalah hal yang penting
dalam kehidupan Negara. Pemilu selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk
memilih para wakilnya, juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan
pembentukan kembali kontrak social. Pemilu menyediakan ruang untuk terjadinya
proses diskusi antara pemilih dan calon-calon wakil rakyat, baik
sendiri-sendiri maupun melalui partai politik.
Dalam makalah ini,
penyusun akan menyusun mengenai sejarah pemilihan umum tahun 1987 yaitu pada
masa Orde Baru. Hal ini menjadi menarik karena kita berbicara tentang kekuasaan
rezim Orde Baru yang banyak menimbulkan suatu kontroversial dalam menjalankan
kekuasaannya. Bagaimana suatu partai bisa mempertahankan dominasinya selama 32
tahun lamanya serta strategi yang bagaimana sehingga partai tersebut bisa tetap
mendominasi.
Semoga dengan makalah
ini, bisa membantu para pembaca dalam memahami tentang pemilihan umum secara
umum yang periodik dan khusunya proses pemilihan umum pada tahun 1987.
BAB
II
PEMILIHAN
UMUM
2.1.
|
Pengertian Pemilu
Menurut UU No. 3 Tahun 1999
tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
|
||||||||||||||||||||||||
2.2.
|
Azas Pemilu
Pemilu diselenggarakan secara
demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan
pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jadi berdasarkan
Undang-undang tersebut Pemilu menggunakan azas sebagai berikut :
|
||||||||||||||||||||||||
2.3.
|
Landasan Pemilihan Umum
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
didasarkan pada landasan berikut :
b. Batang
Tubuh pasal 1 ayat 2
c.
penjelasan Umum tentang sistem pemerintahan negara
|
||||||||||||||||||||||||
2.4.
|
Tujuan Pemilu di Indonesia
Dalam Pemilihan Umum Di Indoesia,
tujuannnya adalah untuk memilih wakil-wakil yang duduk di DPR, DPRD I dan
DPRD II. Pemilihan Umum bagi suatu negara demokrasi sangat penting artinya
untuk menyalurkan kehendak asasi politiknya, antara lain sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
e.
|
Sistem Pemilihan Umum
Berikut ini saya akan menjelaskan
kepada Anda mengenai sistem Pemilihan Umum berikut mengenai Organisasi
Pemilihan Umum (OPP) sejak pemilihan umum pertama sampai dengan pemilihan
umum tahun 1999.
Perhatikanlah bagan di bawah ini:
Gambar 9. Bagan Urutan Pemilu
Keterangan:
Pelaksanaan sistem pemilihan umum yang diterapkan ada dua (2);
Yaitu
sistem pemilihan yang mengutamakan “jumlah suara” yang di hasilkan dalam
Pemilu oleh setiap partai atau kekuasaan politik.
Yaitu
sistem pemilihan yang berdasarkan pada pandangan “satu kesatuan geografis”.
Dalam sistem ini wilayah negara dibagi atas beberapa daerah pemilihan
(distrik), yang jumlah distriknya sama dengan jumlah anggota badan perwakilan
yang dikehendaki.
|
BAB III
PEMILIHAN UMUM TAHUN 1987
3.1. Dasar Hukum
Penyelenggaraan Pemilu 1987
Dalam pemilihan umum tahun
1987, dasar hukum yang digunakan terdiri dari ketetapan MPR dan Undang-undang
yang berlaku saat itu. Berikut Dasar-dasar hukum yang digunakan:
1.
Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983 Tentang
Pemilu.
2.
UU
Nomor 1 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 Tentang
Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat
3.
UU
Nomor 4 Tahun 1975 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota
Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
4. UU
Nomor 2 Tahun 1980 Tentang
Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat
Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1975.
5.
Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 1976 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Umum.
3.2.
Asas Pemilihan Umum Tahun 1987
Pada pemilu 1987, Asas
Pemilihan Umum yang dilaksanakan adalah dengan asas langsung, umum, bebas dan
rahasia (LUBER). Maksud dari asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia tersebut
adalah sebagai berikut:
3.2.1. Langsung berarti
rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
3.2.2. Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang
memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas)
tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum.
Warganegara yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi,
pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku
menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu
tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
3.2.3. Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih
bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam
melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih
sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya;
3.2.4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih
dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan
jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat
diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak
berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan
secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
3.3. Sistem Pemilihan
Umum Tahun 1987 yang Dipakai
Pemilu adalah sebuah mekanisme
politik untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan warga negara.
Sedangkan sistem pemilihan umum, yang biasanya diatur dalam peraturan
perundang-undangan, setidaknya mengandung tiga variable pokok yaitu, penyuaraan
(balloting), distrik pemiluhan
(electoral district) dan
formula pemilihan.
Sistem Pemilihan Umum dapat
digolongkan menjadi dua macam sistem pemilihan umum yaitu:
1. Sistem pemilihan umum Proporsional
Sistem Pemilihan Umum Proporsional adalah bila mana
pada asasnya wilayah negara dianggap sebagai satu wilayah pemilihan yang utuh
dalam kenyataannya wilayah tersebut dapat terbagai atas sejumlah resor
(daerah). Pemilu yang berfungsi semata-mata teknis administratif yaitu pengumpulan,
penghitungan suara dan lain-lain.
2. Sistem pemilihan umum Distrik
Sistem pemilihan umum Distrik adalah dimana wilayah
negara dibagi atas sejumlah distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah
kursi yang direncanakan dalam lembagai perakilan rakyatnya. Dari satu distrik
pemilihan hanya terdapat seorang wakil saja.
Dari pernyataan diatas Indonesia lebih cocok kesistem
pemilihan umum Proporsional. Karena sistem Proporsional memiliki keunggulan
antara lain :
a. Lebih
demokratis, karena menggunakan asas one man one vote.
b. Tidak ada
suara yang hilang, karena bersifat representatif
c. Lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada
kepentingan distrik/ daerah
d. Kualitas wakil rakyat yang akan duduk di DPR dapat
terpantau dan terseleksi denagan baik melalui sistem daftar calon.
Dibalik keuntungan diatas, terdapat juga kelemahan
dari sistem ini, yaitu:
a. Kurang
mendorong partai-partai untuk bekerjasama sau sama lain.
b. Cenderung
mempertajam perbedaan antar partai.
c. Wakil yang dipilih
punya kemungkinan tidak mewakili rakyat pemilihnya.
d. Kekuatan
partai sangat bergantung pada pemimpin partai
Pemilu 1987 diadakan tanggal 23 April
1987. Tujuan pemilihan sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota
parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400
dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto. Sistem Pemilu
yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu Proporsional
dengan varian Party-List artinya Partai yang mendapat kursi berdasarkan
pembagian total suara yang didapat di masing-masing wilayah pemilihan dibagi
”electoral quotient” di masing-masing wilayah.
Total pemilih yang terdaftar pada pemilu tahun 1987 adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah
mencapai 85.869.816 atau 91,30%. Golkar
beroleh 62.783.680 suara (73,16%) sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP
beroleh 13.701.428 suara (15,97%) sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI
beroleh 9.384.708 suara (10,87%) sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah
anggota parlemen dari ABRI yang diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang
(kursi) sementara dari golongan fungsional 25 orang (kursi). Jumlah
anggota parlemen yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 sementara yang
perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah anggota parlemen berusia 21-30 tahun
adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang, 41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213
orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80 tahun 1 orang.
3.4. Sistem
Kepartaian yang Dipakai dan Keterwakilannya
Semenjak awal negara Indonesia
terbentuk pada tahun 1945 hingga kini 2013, Republik Indonesia telah
melaksanakan beberapa kali Pemilu yaitu pada 1955, 1971, 1977, 1987,
1992, 1997, dan terakhir 2009. Dari beberapa Pemilu yang telah terlaksana, satu
kali dibawah rezim Orde lama (Orla) serta diantaranya dilakukan pada masa Orde
Baru (Orba) dibawah pemerintahan Soeharto dan pada masa reformasi. Secara
lahiriah pemilu sebagai persyaratan utama dalam sebuah sistem politik demokrasi
dapat terlaksana secara teratur sesuai dengan ketentuan konstitusi.
Namun demikian para pakar maupun
pengamat politik Indonesia sepakat bahwa pemilu yang paling demokratis, bersih
dan aman adalah pemilu yang pertama yaitu tahu 1955 dibawah perdana mentri
Mohammad Natsir.
Pemilihan Sistem pemilu dan sistem kepartaian oleh
suatu negara akan mempengaruhi kestabilan politik negara tersebut. Secara
detail hubungan anatara sistem kepartaian dengan sistem pemilu, background
masyarakat, dan stabilitas pilitik dapat dielaborasikan oleh Nasiwan dalam enam
hipotesis, sebagai berikut;
1. Sistem dua partai yang dikombinasikan dengan sistem
pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya homogeny, dari sisi
etnis, aliran pemikiran politik, agama memiliki peluang besar untuk
menghasilkan stabilitas politik.
2. Sistem dua partai yang dikombinasikan dengan sistem
pemilu model proposional yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen,
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan kehidupan politik yang stabil. Namun
memungkinkan aspirasi politik masyarakat yang heterogen yang tidak tertampung
oleh dua partai politik.
3. Sistem dua partai yang dikombinasikan dengan sistem
pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen, memiliki
peluang besar untuk menghasilkan pada kehidupan politik yang kurang stabil,
terutama pada awal perkembangannya.
4. Sistem multi partai yang dikombinasikan dengan
sistem pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya homogen, memiliki
kecenderungan menuju kehidupan politik yang bergerak stabililitas politik. Hal
tersebut dikarenakan akan mendorong terjadinya evolusi system kepartaian menuju
pada system dua partai
5. Sistem multi partai yang dikombinasikan dengan
sistem pemilu model proposional yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen, akan
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pada kehidupan politik yang tidak
stabil. Hal tersebut tidak mendorong untuk terjadinya evolusi system kepartaian
menuju pada system dua partai
6. Sistem multi partai yang dikombinasikan dengan
sistem pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen, akan
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pada kehidupan politik yang tidak
stabil. Namun memiliki peluang yang menimbulkan ketidakpuasan politik.
Max Weber menyatakan bahwa partai
politik adalah organisasi publik yang bertujuan untuk membawa pemimpin
berkauasa dan memungkinkan para pendukungnya (politis) untuk mendapatkan
keuntungan dari dukungan tersebut. Menurut Carl Fredich Partai Politik adalah
sekelompok manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan
penguasaa ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealism
maupun kekayaan material serta perkembangan lainya.[10] Miriam
Budiharjo dalam bukunya Dasar-dasar
Ilmu Politik menyebutkan Partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai otoritas, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama.
Dari urain tersebut maka dapat
diambilakn kesimpulan bahwa Partai politik adalah suatu kelompok yang memiliki
cita-cita atau ideology yang sama sehingga memiliki keinginan untuk memperoleh
atau mempertahankan kekuasaan politik.
Sejarah mencatat, perkembangan
munculnya Partai politik dari hasil pemikiran politik modern, Niccolo
Machiavelli (1469-1527) tepatnya ditemukan pada abad ke-19. Bentuk partai
yang kita kenal pada saat ini muncul dari semangat modernitas dalam dynia
politik. Kemunculan ini baerkaitan dengan kepentingan politik kolektif yang
perlu dioraganisir agar semakin kuat dan mempunyai daya tawar yang tinggi.
Organisai partaipolitik tidak hanya bertujuan untuk mengorganisir beragam ide,
gagasan, kepentingan, dan tujuan politik yang sama namun juga terkait dengan
sistem parlemen (sistem perwakilannya) yang nantinya akan melahirkan Demokrasi.
Dengan kata lain, partai politik dalam kehiupan politik modern menjadi salah
satu tolak ukur kadar demokrasi suatu bangsa.
Dalam partai politik terdapat sistem
kepartaian, yang biasanya diklasifikasi oleh ukuran besarnya partai, maupun
struktur internal partainya. Sistem kepartaian ini dibedakan menjadi tiga model
yaitu:
1. Sistem multi
partai (Multi-partai)
Secara estimologi multi adalah banyak atau bermacam-macam. jadi sistem
kepartaian multi partai adalah sistem keperwakilan dengan berbagai macam partai
atau lebih dari dua partai yang dominan. Menurut Kantaprawira sistem multi
partai timbul oleh dua hal yaitu:
a. Kebebasan yang “tanpa” restriksi untuk membentuk
partai-partai politik, seperti halnya di Indonesia setelah adanya Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nofember 1945.
b. Dipakainya sistem umum proposional.
2. Sistem Dua
partai (dwi-partai)
Sistem Dua partai (dwi-partai) adalah
mayoritas mutlak adalah lembaga perwakilan rakyat selalu dikuasai oleh salah
satu partai dari dua kekuatan politik terbesar secara bergiliran menurut hasil
pemilihan umumnya. Bagi masyarakat indonesia yang prluralistik ada baiknya bila
difikirkan konsep-konsep yang menuju kesistem ini.
3. Sistem satu
partai (partai-tunggal)
Sistem satu
partai (partai-tunggal) adalah sistem kepartaian dimana dalam
negara atau badan legistatifnya ataupun dalam badan eksekutifnya hanya terdapat
satu partai atau satu-satunya partai terbesar yang menguasai mayoritas secara
terus menerus disamping partai-partai kerdil lainnya.
Dari ketiga sistem kepartaian diatas dari hasil
penelitian Gabriel Almond dihasilkan bahwa lebih dari tiga perempat
bangsa-bangsa yang merdeka didunia mempunyai satu atau lebih partai politik (49
negara menganut partai tunggal dan 58 negara menganut sistem multi-partai).
Menurut kelompok kami pada pemilu tahun 1987,
Indonesia menganut sistem kepartaian multi partai terbatas dimana terjadi
pembatasan peserta pemilu yang mana awalnya ada 10 partai harus dikerucutkan
atau digabungkan partai-partai yang memiliki ideologi hampir sama. Artinya
dalam hal ini, paratai politik harus melakukan fusi partai politik dengan
partai lain.
3.5.
Keterwakilan Politik
Berbicara tentang keterwakilan masyarakat dalam kancah
politik, penyusun mengambil beberapa isu yang mewakili. Mislnya dalam
kontestasi isu gender, di pemilu tahun 1987, keterwakilan perempuan dalam
kancah politik mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada pemilu pertama
tahun 1955, keterwakilan perempuan dalam kancah politik hanya sekitar 6,5
persen dari jumlang anggota yang ada di perlemen. Namun, dalam pemilu tahun
1987 mengalami peningkatan yaitu 13 persen. Salah satu figur perempuan yang
merepresentasikan keterlibatan perempuan dalam parlemen adalah Megawati
Soekarno Putri. Megawati berasal dari PDI dan
mulai menunjukkan eksistensinya dalam kancah politik nasional. dengan
adanya pertimbangan dari partai tersebut untuk memilih Mega sebagai kandidat
yang di usung dari partai tersebut.
Selain itu,
bisa juga dihat dari konteks kebhinekaan sosio- religiusitas, partai-partai
yang berbasis agama juga mulai menunjukkan eksistensintya melalui partai
masyumi yang berisi dua kelompok jama'ah islam terbesar di Indonesia. yaitu NU
dan Muhammadiyah. meskipun dalam tahun ini, ada satu kelompok islam (NU) yang
mendapatkan sedikit problematika menjelang pemilu di tahun ini.
3.6.
Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1987, pada dasar sama seperti pemilu sebelumnya yaitu diselenggarakan oleh pemerintah dibawah pimpinan presiden/Mandataris MPR, Untuk
penyelenggaraan Pemilu tersebut Presiden
membentuk Lembaga Pemilihan Umum, dan
Panitia Pemilihan Indonesia ditingkat Pusat, Panitia Pemilihan Daerah
tingkat I (PPD I), dan Panitia Pemilihan tingkat II (PPD II), masing-masing untuk daerah tingkat
I dan tingkat II. Di
tingkat Kecamatan dibentuk
panitia pemungutan suara (PPS) sedangkan di tingkat Kelurahan
dan Desa dibentuk panitia pendaftaran Pemilih (PANTARLIH).
Badan-badan penyelenggara Pemilu 1987 ini, dibentuk dengan. mengutamakan'prinsip efisiensi
dan efektifitas Lembaga Pemilihan Umum yang mempunyai tugas pokok antara lain : mengadakan perencanaan dan persiapan pelaksanaan Pemilu
serta, memimpin dalam hal mengawasi PPI, PPD I, PPD II, PPS .dan Pantarlih. PPI ini diketuai oleh
MenteriDalam Negeri dan dibantu oleh beberapa orang Menteri. Sedangkan PPD I dan PPD
II masing-masing diketuai oleh Gubernur
dan'BuPati/Walikota. Di tingkat Kecamatan, Camat adalah Ketua PPS dan Lurah/KePala Desa adalah
ketua Pantarlih. PPI ; PPD I, PPD Il dan PPS mengikut
sertakanunsur-unsur Pemerintah, OPP -dan
ABRI sebagai anggotanya.
3.7. Partai
Politik Peserta Pemilu
Dalam
pemilu tahun 1987, peserta partai politik terdiri dari tiga partai besar yaitu:
1. Partai
Golongan Karya (Golkar)
2. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
3. Partai
Demokrasi Perjuangan (PDI)
3.8. Hasil
Pemilu Tahun 1987
Total pemilih yang terdaftar pada pemilu tahun 1987 adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah
mencapai 85.869.816 atau 91,30%. Golkar
beroleh 62.783.680 suara (73,16%) sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP
beroleh 13.701.428 suara (15,97%) sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI
beroleh 9.384.708 suara (10,87%) sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah
anggota parlemen dari ABRI yang diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang
(kursi) sementara dari golongan fungsional 25 orang (kursi). Jumlah
anggota parlemen yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 sementara yang
perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah anggota parlemen berusia 21-30 tahun
adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang, 41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213
orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80 tahun 1 orang.
3.9. Tujuan
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Pada Tahun 1987
Tujuan diselenggarakannya pemilihan
umum pada tahun 1987 adalah untuk memilih anggota parlemen yang akan mewakili
rakyat di parlemen.
3.10.
Problematika Pemilihan Umum Tahun 1987
Pemilihan
Umum l987 pada dasarnya- merupakan kegiatan
yang meliputi dua belas tahap kegiatan.
Tahap demi tahap telah
dilangsungkan dari partai Persatuan
mencatat beberapa perhatian yaitu:
1. Adanya
kesulitan secara administrasi bagi fungsionaris
partai persatuan, baik yang
dicalonkan sebagai anggota legislatif maupun untuk menjadi saksi di TPS. Bahkan, ada pegawai negeri yang dicalonkan oleh
Partai persatuan, terpaksa minta
pensiun atau minta berhenti
sebagai pegawai karena
tidak dapat izin dari atasan untuk mewakili Partai Persatuan di lernbaga legislatif.
2. Adanya
peluang bagi salah satu OPP menggiring
masyarakat pemilih untuk memilih tanda
gambar tertentu dengan
menggunakan jalur Birokrasi. Dan peluang
tersebut sekaligus digunakan
untuk mendeskriditkan OPP lainnya.
3. Banyak
masyarakat yang telah
terdaftar sebagai pemilih, tapi
pada saatnya untuk menggunakan hak pilih
tersebut, mereka tidak mendapatkan formulir Model C, yang seharusnya diberikan oleh pantarlih setempat.
4. Adanya beberapa
hambatan pada saat Partai persatuan
menyelenggarakan Kampanye bertipa
perintah gotong royong atau kegiatan PKK
dan pembantalan kampanye tempat-tempat kampanye.
5. Pada
Pemilu 1987, masa kampanye hanya berlangsung 25 hari dengan batasan
pada malam hari tidak dibenarkan
kampanye. Waktu 25 hari ini bagi partai:persatuan, relatif tidak cukup, karena
terbatasnya sarana transportasi dan komunikasi dan
sarana lainnya bagi Partai Persatuan. pelarangan
berkampanye pada malam harinya
sangat tidak menguntungkan, karena pada
siang hari umumnya rakyat
pemilih harus bekerja untuk mencari
nafkah, dan pulang kerumah
pada sore harinya. Dengan demikian kesempatan untuk menghadiri kampanye sangat terbatas.
6. Terdapat banyaknya
penyalah gunaan Formulir
AB.
7. Terdapat
kecurangan di beberapa TPS, antaranya :
a.
Adanya pemaksaan
terhadap masyarakat pemilih untuk
merusak salah satu tanda gambar.
b.
Dalam
penghitungan suara, kertas suara yang
telah ditusuk ditanda gambar tertentu,
cepat cepat dinyatakan tidak
sah, dan dengan cara yang lihai petugas penghitung suara melobangi tanda gambar yang lain di'kertas suara itu.
c.
Penempatan
tempat saksi pada waktu penghitungan suara berlangsung kurang menguntungkan sehingga saksi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. .
3.11. Demokrasi dalam Pemilihan
Umum 1987
Sistem
demokrasi pada pemilihan umum tahun 1987 adalah sistemdemokrasi pancasila.
Dimana, setiap partai politik peserta pemilu memiliki ideologi partai yang
memiliki nafas pancasila. Demokrasi Pancasila merupakan ide atau gagasan yang
ingin diterapkan oleh para pendiri negara sejak awal berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Demokrasi Pancasila yang berintikan musyawarah untuk
mencapai mufakat dengan berpaham kekeluargaan dan kegotongroyongan mempunyai
ciri khas yang membedakan demokrasi yang lainnya.
3.11.1. Ciri khas demokrasi Pancasila
adalah:
a. Demokrasi Pancasila bersifat
kekeluargaan dan kegotongroyongan yang bernapaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Demokrasi Pancasila harus
menghargai hak-hak asasi manusia serta menjamin adanya hak-hak minoritas.
c. Pengambilan keputusan dalam
demokrasi Pancasila sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mufakat.
d. Demokrasi Pancasila harus
bersendikan hukum, rakyat sebagai subjek demokrasi berhak untuk ikut secara
efektif untuk menentukan kehidupan bangsa dan negara.
3.11.2. Isi pokok demokrasi
Pancasila adalah:
a. Pelaksanaan Pembukaan UUD 1945
dan penjabarannya yang dituangkan dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945.
b. Demokrasi Pancasila harus
menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan
harus berdasarkan atas kelembagaan.
d. Demokrasi Pancasila harus
bersendi atas hukum sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan UUD 1945, yaitu
negara hukum yang demokratis.
3.11.3. Sementara itu dalam
pelaksanaannya, demokrasi Pancasila berlandaskan:
a. Pancasila sila keempat, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan
permusyawaratan/perwakilan.
b. UUD 1945
1) Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang
menyatakan “ … maka disusunlah suatu Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ….”
2) Batang Tubuh
Pasal 1 Ayat (2) : Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang dasar.
c. Tap MPR RI No. XII/MPR/1998
tentang pembahasan masa jabatan Presiden dan wakil Presiden.
d. Undang-undang, yang terdiri:
1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat,
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1998
tentang Parpol,
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998
tentang Pemilu,
4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
3.12.
Analisis Pemilu tahun 1987
Seperti yang di uraikan dalam buku
Membedah Politik Orde Baru karya Riswandha Imawan, pada pemilu 1987, ditandai
dengan munculnya fenomena ‘kutu loncat’, dimana kader parpol tertentu yang
merasa ‘aspirasinya’ sudah tidak lagi sesuai dengan parpol dimana ia berada
mulai bermigrasi dengan mudahnya ke partai lain. Dalam konteks ini adalah kader
NU yang merasa aspirasinya tidak tertampung di PPP kemudian pindah ke Golkar
atau PDI. Selain itu, pun pada pemilu ini keberadaan ABRI mulai menunjukkan
sikap netral terhadap ketiga OPP. Dan adapun dari dinamika perkembangan partai,
di tahun 1987 ini ada peningkatan suara di partai PDI sebagai partai gurem.
Adapun badan pemilu yang turut
dalam upaya mengatur dan mengendalikan pelaksanaan pemilihan umum di tahun ini
adalah : , yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan KPPS
serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN. Sebenarnya, struktur organisasi penyelenggara
Pemilu 1987 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1982. Akan
tetapi, warna partai golkar pada era ini semakin berkurang dalam tataran
badan-badan pemilu tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Simpulan
Berdasarkan
uraian di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pemilihan umum atau yang lebih
dikenal dengan pemilu adalah suatu sarana dalam memilih para wakil-wakil rakyat
yang akan mewakili rakyat di pemerintahan baik pemerintahan tingkat pusat maupun
daerah. Proses pemilihan umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia serta jujur dan adil. Pemilu merupakan suatu pesta demokrasi 5 tahunan
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan indonesia.
Dalam
makalah ini, penyusun membahas mengenai pemilihan uum pada tahun 1987, dimana
pada tahun tersebur pemerintahan masih dikuasai oleh rezim orde baru yaitu
Presiden Soeharto. Dalam pemilu tahun 1987 jumlah partai politik yang menjadi
peserta pemilu mengalami suatu penyederhanaan, dimana jumlah partai politik
yang menjadi peserta pemilu hanya berjumlah 3 partai politik yaitu Partai
Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan dan
Pembangunan.
Dalam
prosesnya, banyak sekali terjadi suatu kecurangan-kecurangan yang terjadi
terutama yang dilakukan oleh partai penguasa yaitu partai golkar. Dalam Pemiu
tahun 1987, bisa dikatakan pemilu itu hanyalah acara seremonial atau formalitas
sebagai tuntutan dari peraturan yang ada. Mengapa seperti ini karena hasil
akhirnya sudah bisa dipastikan siapa pemenangnya dan siapa yang kalah. Hal ini
dikarenakan pengaruh paratai penguasa di dalam kehidupan benegara sangan kuat.
4.2.
Saran
Dalam memahami makalah ini
diharapakan pembaca bisa lebih cerdas dengan membandingkan dengan referensi
lain agar dalam proses pemahamannya tidak terjadi suatu kesalahan informasi
maupun data yang disusun dalam makalah ini. Selain itu, dalam proses
penyempurnaan makalah ini, penyusun juga mengharapkan banyak krikit maupun
saran yang dapat membangun dalam proses kesempurnaan isi makalah ini.
Sumber buku:
Imawan, Riswandha. 1997. Membedah Politik
Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
(Anggota IKAPI).
Syafi’i, Inu Kencana. 2009. Sistem Politik
Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Subakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: PT. Gramedia
Widisarana
Indonesia
Karya Tulis:
Drs. Mardiansyah judulnya Beberapa Catatn
Tentang Pemilu 1987
Internet:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar