Kamis, 16 Mei 2013

PEMILIHAN UMUM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penyusunan
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan suatu sarana aspirasi dari masyarakat dalam memilih para calon wakil-wakil rakyat yang akan duduk di pemerintahan. Pemilu dalam negara yang demokrasi merupakan sudah menjadi unsur yang wajib ada. Hal ini dikarenakan, pemilu merupakan salah satu bentuk perkembangan dari proses demokratisasi. Dalam pemilihan umum, yang dipilih bukan hanya lembaga-lembaga legislti atau presiden yang akan menduduki jabatan di pemerintah pusat melainkan pejabat-pejabat daerah seperti bupati, walikota dan lainnya juga dipilih langsung oleh masyarakat sesuai dengan UU No.22 Tahun 2007.
      Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Dalam proses sistem pemilihan umum, Indonesia sudah menlakukan beberapa kali pemilihan umum di hitung sejak pemilihan umum yang pertama yaitu tahun 1955. Pemilu yang terakhir dilaksanakan di Indonesia adalah pada tahun 2009. Sistem pemilu yang digunakan berbeda jauh dengan pemilu sebelum era reformasi, di mana sekarang yang menentukan wakil rakyat dan pemimpin adalah masyarakat sendiri secara langsung. Dengan melihat pada sistem pemilu saat ini, pemilahan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilhan umum adalah hal yang penting dalam kehidupan Negara. Pemilu selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk memilih para wakilnya, juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan kembali kontrak social. Pemilu menyediakan ruang untuk terjadinya proses diskusi antara pemilih dan calon-calon wakil rakyat, baik sendiri-sendiri maupun melalui partai politik.
      Dalam makalah ini, penyusun akan menyusun mengenai sejarah pemilihan umum tahun 1987 yaitu pada masa Orde Baru. Hal ini menjadi menarik karena kita berbicara tentang kekuasaan rezim Orde Baru yang banyak menimbulkan suatu kontroversial dalam menjalankan kekuasaannya. Bagaimana suatu partai bisa mempertahankan dominasinya selama 32 tahun lamanya serta strategi yang bagaimana sehingga partai tersebut bisa tetap mendominasi.
      Semoga dengan makalah ini, bisa membantu para pembaca dalam memahami tentang pemilihan umum secara umum yang periodik dan khusunya proses pemilihan umum pada tahun 1987.

BAB II
PEMILIHAN UMUM
2.1.
Pengertian Pemilu 
Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2.2.
Azas Pemilu
Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jadi berdasarkan Undang-undang tersebut Pemilu menggunakan azas sebagai berikut :
1.
Jujur
: Yang berarti bahwa penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Adil
: Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3.
Langsung
: Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara
4.
Umum
: Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.
5.
Bebas
: Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
6.
Rahasia
: Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.
2.3.
Landasan Pemilihan Umum
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia didasarkan pada landasan berikut :
  1. Landasan Ideal, yaitu Pancasila, terutama sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
  2. landasan Konstitusional; yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam :
    a. Pembukaan Alinea ke empat
b. Batang Tubuh pasal 1 ayat 2
c. penjelasan Umum tentang sistem pemerintahan negara
  1. Landasan Operasional; yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan perundang-undangan lainnya.
2.4.
Tujuan Pemilu di Indonesia
Dalam Pemilihan Umum Di Indoesia, tujuannnya adalah untuk memilih wakil-wakil yang duduk di DPR, DPRD I dan DPRD II. Pemilihan Umum bagi suatu negara demokrasi sangat penting artinya untuk menyalurkan kehendak asasi politiknya, antara lain sebagai berikut:
  1. untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislatif
  2. adanya dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka waktu tertentu.
  3. Rakyat (melalui perwakilan) secara periodik dapat mengoreksi atau mengawasi eksekutif.

e.
Sistem Pemilihan Umum
Berikut ini saya akan menjelaskan kepada Anda mengenai sistem Pemilihan Umum berikut mengenai Organisasi Pemilihan Umum (OPP) sejak pemilihan umum pertama sampai dengan pemilihan umum tahun 1999.
Perhatikanlah bagan di bawah ini:
http://110.138.206.53/bahan-ajar/modul_online/ppkn/MO_21/images/ppkn203_13.gif
Gambar 9. Bagan Urutan Pemilu
Keterangan:
Pelaksanaan sistem pemilihan umum yang diterapkan ada dua (2);
  1. Sistem Perwakilan Proporsional
Yaitu sistem pemilihan yang mengutamakan “jumlah suara” yang di hasilkan dalam Pemilu oleh setiap partai atau kekuasaan politik.
  1. Sistem Perwakilan Distrik 
Yaitu sistem pemilihan yang berdasarkan pada pandangan “satu kesatuan geografis”. Dalam sistem ini wilayah negara dibagi atas beberapa daerah pemilihan (distrik), yang jumlah distriknya sama dengan jumlah anggota badan perwakilan yang dikehendaki.

BAB III
PEMILIHAN UMUM TAHUN 1987
3.1. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pemilu 1987
Dalam pemilihan umum tahun 1987, dasar hukum yang digunakan terdiri dari ketetapan MPR dan Undang-undang yang berlaku saat itu. Berikut Dasar-dasar hukum yang digunakan:
1.      Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983 Tentang Pemilu.
2.      UU Nomor 1 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat
3.      UU Nomor 4 Tahun 1975 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
4.       UU Nomor 2 Tahun 1980 Tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975.
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Umum.
3.2. Asas Pemilihan Umum Tahun 1987
Pada pemilu 1987, Asas Pemilihan Umum yang dilaksanakan adalah dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER). Maksud dari asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia tersebut adalah sebagai berikut:
3.2.1. Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung   memberikan  suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
3.2.2. Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
3.2.3. Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya;
3.2.4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
3.3. Sistem Pemilihan Umum Tahun 1987 yang Dipakai
Pemilu adalah sebuah mekanisme politik untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan warga negara. Sedangkan sistem pemilihan umum, yang biasanya diatur dalam peraturan perundang-undangan, setidaknya mengandung tiga variable pokok yaitu, penyuaraan (balloting), distrik pemiluhan (electoral district) dan formula pemilihan.

Sistem Pemilihan Umum dapat digolongkan menjadi dua macam sistem pemilihan umum yaitu:
1.   Sistem pemilihan umum Proporsional
Sistem Pemilihan Umum Proporsional adalah bila mana pada asasnya wilayah negara dianggap sebagai satu wilayah pemilihan yang utuh dalam kenyataannya wilayah tersebut dapat terbagai atas sejumlah resor (daerah). Pemilu yang berfungsi semata-mata teknis administratif yaitu pengumpulan, penghitungan suara dan lain-lain.

2.   Sistem pemilihan umum Distrik
Sistem pemilihan umum Distrik adalah dimana wilayah negara dibagi atas sejumlah distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang direncanakan dalam lembagai perakilan rakyatnya. Dari satu distrik pemilihan hanya terdapat seorang wakil saja.
Dari pernyataan diatas Indonesia lebih cocok kesistem pemilihan umum Proporsional. Karena sistem Proporsional memiliki keunggulan antara lain :
a.   Lebih demokratis, karena menggunakan asas one man one vote.
b.  Tidak ada suara yang hilang, karena bersifat representatif
c. Lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan distrik/ daerah
d. Kualitas wakil rakyat yang akan duduk di DPR dapat terpantau dan terseleksi denagan baik melalui sistem daftar calon.
Dibalik keuntungan diatas, terdapat juga kelemahan dari sistem ini, yaitu:
a.  Kurang mendorong partai-partai untuk bekerjasama sau sama lain.
b.  Cenderung mempertajam perbedaan antar partai.   
c.  Wakil yang dipilih punya kemungkinan tidak mewakili rakyat pemilihnya.
d.  Kekuatan partai sangat bergantung pada pemimpin partai
Pemilu 1987 diadakan tanggal 23 April 1987. Tujuan pemilihan sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto. Sistem Pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu Proporsional dengan varian Party-List artinya  Partai yang mendapat kursi berdasarkan pembagian total suara yang didapat di masing-masing wilayah pemilihan dibagi ”electoral quotient” di masing-masing wilayah.
Total pemilih yang terdaftar pada pemilu tahun 1987 adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah mencapai 85.869.816 atau 91,30%. Golkar beroleh 62.783.680 suara (73,16%) sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP beroleh 13.701.428 suara (15,97%) sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI beroleh 9.384.708 suara (10,87%) sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah anggota parlemen dari ABRI yang diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang (kursi) sementara dari golongan fungsional 25 orang (kursi).  Jumlah anggota parlemen yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 sementara yang perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah anggota parlemen berusia 21-30 tahun adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang, 41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213 orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80 tahun 1 orang.
3.4. Sistem Kepartaian yang Dipakai dan Keterwakilannya
Semenjak awal negara Indonesia terbentuk pada tahun 1945 hingga kini 2013, Republik Indonesia telah melaksanakan beberapa kali Pemilu  yaitu pada 1955, 1971, 1977, 1987, 1992, 1997, dan terakhir 2009. Dari beberapa Pemilu yang telah terlaksana, satu kali dibawah rezim Orde lama (Orla) serta diantaranya dilakukan pada masa Orde Baru (Orba) dibawah pemerintahan Soeharto dan pada masa reformasi. Secara lahiriah pemilu sebagai persyaratan utama dalam sebuah sistem politik demokrasi dapat terlaksana secara teratur sesuai dengan ketentuan konstitusi.
Namun demikian para pakar maupun pengamat politik Indonesia sepakat bahwa pemilu yang paling demokratis, bersih dan aman adalah pemilu yang pertama yaitu tahu 1955 dibawah perdana mentri Mohammad Natsir.

Pemilihan Sistem pemilu dan sistem kepartaian oleh suatu negara akan mempengaruhi kestabilan politik negara tersebut. Secara detail hubungan anatara sistem kepartaian dengan sistem pemilu, background masyarakat, dan stabilitas pilitik dapat dielaborasikan oleh Nasiwan dalam enam hipotesis, sebagai berikut;
1. Sistem dua partai yang dikombinasikan dengan sistem pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya homogeny, dari sisi etnis, aliran pemikiran politik, agama memiliki peluang besar untuk menghasilkan stabilitas politik.
2. Sistem dua partai yang dikombinasikan dengan sistem pemilu model proposional yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen,  memiliki kecenderungan untuk menghasilkan kehidupan politik yang stabil. Namun memungkinkan aspirasi politik masyarakat yang heterogen yang tidak tertampung oleh dua partai politik.
3. Sistem dua partai yang dikombinasikan dengan sistem pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen, memiliki peluang besar untuk menghasilkan pada kehidupan politik yang kurang stabil, terutama pada awal perkembangannya.
4. Sistem multi partai yang dikombinasikan dengan sistem pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya homogen, memiliki kecenderungan menuju kehidupan politik yang bergerak stabililitas politik. Hal tersebut dikarenakan akan mendorong terjadinya evolusi system kepartaian menuju pada system dua partai
5. Sistem multi partai yang dikombinasikan dengan sistem pemilu model proposional yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen, akan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pada kehidupan politik yang tidak stabil. Hal tersebut tidak mendorong untuk terjadinya evolusi system kepartaian menuju pada system dua partai
6. Sistem multi partai yang dikombinasikan dengan sistem pemilu model distrik yang diterapkan pada masyarakat yang background-nya heterogen, akan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pada kehidupan politik yang tidak stabil. Namun memiliki peluang yang menimbulkan ketidakpuasan politik.
Max Weber menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi publik yang bertujuan untuk membawa pemimpin berkauasa  dan memungkinkan para pendukungnya (politis) untuk mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut. Menurut Carl Fredich Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaa ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealism maupun kekayaan material serta perkembangan lainya.[10] Miriam Budiharjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik menyebutkan Partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai otoritas, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. 
Dari urain tersebut maka dapat diambilakn kesimpulan bahwa Partai politik adalah suatu kelompok yang memiliki cita-cita atau ideology yang sama sehingga memiliki keinginan untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan politik.
Sejarah mencatat, perkembangan munculnya Partai politik dari hasil pemikiran politik modern, Niccolo Machiavelli (1469-1527) tepatnya ditemukan pada abad ke-19. Bentuk partai yang kita kenal pada saat ini muncul dari semangat modernitas dalam dynia politik. Kemunculan ini baerkaitan dengan kepentingan politik kolektif yang perlu dioraganisir agar semakin kuat dan mempunyai daya tawar yang tinggi. Organisai partaipolitik tidak hanya bertujuan untuk mengorganisir beragam ide, gagasan, kepentingan, dan tujuan politik yang sama namun juga terkait dengan sistem parlemen (sistem perwakilannya) yang nantinya akan melahirkan Demokrasi. Dengan kata lain, partai politik dalam kehiupan politik modern menjadi salah satu tolak ukur kadar demokrasi suatu bangsa.
Dalam partai politik terdapat sistem kepartaian, yang biasanya diklasifikasi oleh ukuran besarnya partai, maupun struktur internal partainya. Sistem kepartaian ini dibedakan menjadi tiga model yaitu:
1.   Sistem multi partai (Multi-partai)
Secara estimologi multi adalah banyak atau bermacam-macam. jadi sistem kepartaian multi partai adalah sistem keperwakilan dengan berbagai macam partai atau lebih dari dua partai yang dominan. Menurut Kantaprawira sistem multi partai timbul oleh dua hal yaitu:
a. Kebebasan yang “tanpa” restriksi untuk membentuk partai-partai politik, seperti halnya di Indonesia setelah adanya Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nofember 1945.
b. Dipakainya sistem umum proposional.
2.   Sistem Dua partai (dwi-partai) 
Sistem Dua partai (dwi-partai) adalah mayoritas mutlak adalah lembaga perwakilan rakyat selalu dikuasai oleh salah satu partai dari dua kekuatan politik terbesar secara bergiliran menurut hasil pemilihan umumnya. Bagi masyarakat indonesia yang prluralistik ada baiknya bila difikirkan konsep-konsep yang menuju kesistem ini.

3.  Sistem satu partai (partai-tunggal)
Sistem satu partai (partai-tunggal)  adalah sistem kepartaian dimana dalam negara atau badan legistatifnya ataupun dalam badan eksekutifnya hanya terdapat satu partai atau satu-satunya partai terbesar yang menguasai mayoritas secara terus menerus disamping partai-partai kerdil lainnya.
Dari ketiga sistem kepartaian diatas dari hasil penelitian Gabriel Almond dihasilkan bahwa lebih dari tiga perempat bangsa-bangsa yang merdeka didunia mempunyai satu atau lebih partai politik (49 negara menganut partai tunggal dan 58 negara menganut sistem multi-partai).
Menurut kelompok kami pada pemilu tahun 1987, Indonesia menganut sistem kepartaian multi partai terbatas dimana terjadi pembatasan peserta pemilu yang mana awalnya ada 10 partai harus dikerucutkan atau digabungkan partai-partai yang memiliki ideologi hampir sama. Artinya dalam hal ini, paratai politik harus melakukan fusi partai politik dengan partai lain.
3.5. Keterwakilan Politik
Berbicara tentang keterwakilan masyarakat dalam kancah politik, penyusun mengambil beberapa isu yang mewakili. Mislnya dalam kontestasi isu gender, di pemilu tahun 1987, keterwakilan perempuan dalam kancah politik mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada pemilu pertama tahun 1955, keterwakilan perempuan dalam kancah politik hanya sekitar 6,5 persen dari jumlang anggota yang ada di perlemen. Namun, dalam pemilu tahun 1987 mengalami peningkatan yaitu 13 persen. Salah satu figur perempuan yang merepresentasikan keterlibatan perempuan dalam parlemen adalah Megawati Soekarno Putri. Megawati berasal dari PDI dan  mulai menunjukkan eksistensinya dalam kancah politik nasional. dengan adanya pertimbangan dari partai tersebut untuk memilih Mega sebagai kandidat yang di usung dari partai tersebut.
Selain itu, bisa juga dihat dari konteks kebhinekaan sosio- religiusitas, partai-partai yang berbasis agama juga mulai menunjukkan eksistensintya melalui partai masyumi yang berisi dua kelompok jama'ah islam terbesar di Indonesia. yaitu NU dan Muhammadiyah. meskipun dalam tahun ini, ada satu kelompok islam (NU) yang mendapatkan sedikit problematika menjelang pemilu di tahun ini.

3.6. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987, pada dasar sama seperti pemilu  sebelumnya yaitu diselenggarakan oleh  pemerintah dibawah pimpinan  presiden/Mandataris MPR, Untuk penyelenggaraan Pemilu  tersebut Presiden membentuk  Lembaga Pemilihan Umum, dan Panitia  Pemilihan Indonesia  ditingkat Pusat, Panitia Pemilihan Daerah tingkat  I (PPD  I), dan Panitia  Pemilihan tingkat II (PPD  II), masing-masing untuk daerah  tingkat  I dan  tingkat  II. Di  tingkat  Kecamatan  dibentuk  panitia pemungutan  suara  (PPS) sedangkan di tingkat  Kelurahan  dan Desa dibentuk panitia pendaftaran Pemilih (PANTARLIH).
Badan-badan  penyelenggara  Pemilu 1987 ini, dibentuk  dengan. mengutamakan'prinsip  efisiensi  dan efektifitas Lembaga Pemilihan Umum yang mempunyai  tugas pokok antara  lain : mengadakan  perencanaan dan persiapan pelaksanaan Pemilu serta, memimpin dalam hal mengawasi PPI, PPD I, PPD  II, PPS .dan Pantarlih. PPI ini diketuai oleh MenteriDalam Negeri dan dibantu oleh beberapa orang Menteri. Sedangkan  PPD I dan PPD  II masing-masing diketuai oleh Gubernur  dan'BuPati/Walikota. Di tingkat Kecamatan, Camat  adalah Ketua PPS dan Lurah/KePala  Desa adalah  ketua Pantarlih. PPI ; PPD I, PPD Il dan PPS mengikut sertakanunsur-unsur Pemerintah, OPP  -dan ABRI sebagai anggotanya.
3.7. Partai Politik Peserta Pemilu
            Dalam pemilu tahun 1987, peserta partai politik terdiri dari tiga partai besar yaitu:
1.      Partai Golongan Karya (Golkar)
2.      Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
3.      Partai Demokrasi Perjuangan (PDI)
3.8. Hasil Pemilu Tahun 1987
Total pemilih yang terdaftar pada pemilu tahun 1987 adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah mencapai 85.869.816 atau 91,30%. Golkar beroleh 62.783.680 suara (73,16%) sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP beroleh 13.701.428 suara (15,97%) sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI beroleh 9.384.708 suara (10,87%) sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah anggota parlemen dari ABRI yang diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang (kursi) sementara dari golongan fungsional 25 orang (kursi).  Jumlah anggota parlemen yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 sementara yang perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah anggota parlemen berusia 21-30 tahun adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang, 41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213 orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80 tahun 1 orang.
3.9. Tujuan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Pada Tahun 1987
Tujuan diselenggarakannya pemilihan umum pada tahun 1987 adalah untuk memilih anggota parlemen yang akan mewakili rakyat di parlemen.
3.10. Problematika Pemilihan Umum Tahun 1987
            Pemilihan Umum  l987 pada dasarnya- merupakan  kegiatan  yang meliputi dua belas tahap kegiatan.  Tahap demi tahap  telah dilangsungkan  dari partai Persatuan mencatat  beberapa perhatian yaitu:
1.      Adanya kesulitan  secara  administrasi bagi  fungsionaris  partai persatuan, baik yang  dicalonkan  sebagai anggota  legislatif maupun untuk menjadi  saksi di TPS. Bahkan,  ada pegawai negeri yang dicalonkan oleh Partai persatuan, terpaksa minta  pensiun  atau minta berhenti sebagai  pegawai  karena  tidak dapat izin  dari atasan  untuk mewakili Partai Persatuan  di lernbaga legislatif.
2.      Adanya peluang bagi  salah satu OPP menggiring masyarakat pemilih untuk memilih tanda  gambar tertentu  dengan menggunakan  jalur Birokrasi. Dan peluang tersebut  sekaligus  digunakan  untuk mendeskriditkan OPP lainnya.
3.      Banyak masyarakat  yang  telah  terdaftar  sebagai pemilih, tapi pada saatnya  untuk menggunakan hak pilih tersebut, mereka  tidak mendapatkan  formulir Model C, yang seharusnya  diberikan oleh pantarlih setempat.
4.      Adanya  beberapa  hambatan  pada saat Partai  persatuan  menyelenggarakan Kampanye  bertipa perintah gotong royong atau kegiatan  PKK dan pembantalan kampanye tempat-tempat kampanye.
5.      Pada Pemilu  1987, masa  kampanye hanya berlangsung  25 hari dengan  batasan  pada malam hari  tidak dibenarkan kampanye. Waktu 25 hari ini bagi partai:persatuan, relatif  tidak cukup,  karena  terbatasnya sarana transportasi dan komunikasi  dan  sarana  lainnya  bagi Partai Persatuan. pelarangan berkampanye  pada malam harinya sangat  tidak menguntungkan,  karena pada  siang hari umumnya rakyat  pemilih  harus bekerja  untuk mencari  nafkah, dan pulang  kerumah pada  sore harinya. Dengan  demikian kesempatan  untuk menghadiri kampanye  sangat terbatas.
6.      Terdapat  banyaknya  penyalah  gunaan  Formulir  AB.
7.      Terdapat kecurangan di beberapa TPS, antaranya  :
a.       Adanya pemaksaan  terhadap masyarakat pemilih  untuk merusak  salah satu  tanda gambar.
b.      Dalam  penghitungan suara, kertas suara yang  telah  ditusuk  ditanda gambar  tertentu,  cepat cepat dinyatakan  tidak sah,  dan dengan cara yang  lihai petugas penghitung  suara melobangi  tanda gambar yang lain di'kertas suara itu.
c.       Penempatan  tempat  saksi  pada waktu penghitungan suara  berlangsung kurang menguntungkan sehingga saksi  tidak berfungsi sebagaimana mestinya.  .
3.11. Demokrasi dalam Pemilihan Umum 1987
            Sistem demokrasi pada pemilihan umum tahun 1987 adalah sistemdemokrasi pancasila. Dimana, setiap partai politik peserta pemilu memiliki ideologi partai yang memiliki nafas pancasila. Demokrasi Pancasila merupakan ide atau gagasan yang ingin diterapkan oleh para pendiri negara sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demokrasi Pancasila yang berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan berpaham kekeluargaan dan kegotongroyongan mempunyai ciri khas yang membedakan demokrasi yang lainnya.
3.11.1. Ciri khas demokrasi Pancasila adalah:
a. Demokrasi Pancasila bersifat kekeluargaan dan kegotongroyongan yang bernapaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Demokrasi Pancasila harus menghargai hak-hak asasi manusia serta menjamin adanya hak-hak minoritas.
c. Pengambilan keputusan dalam demokrasi Pancasila sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mufakat.
d. Demokrasi Pancasila harus bersendikan hukum, rakyat sebagai subjek demokrasi berhak untuk ikut secara efektif untuk menentukan kehidupan bangsa dan negara.
3.11.2. Isi pokok demokrasi Pancasila adalah:
a. Pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya yang dituangkan dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945.
b. Demokrasi Pancasila harus menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan.
d. Demokrasi Pancasila harus bersendi atas hukum sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan UUD 1945, yaitu negara hukum yang demokratis.
3.11.3. Sementara itu dalam pelaksanaannya, demokrasi Pancasila berlandaskan:
a. Pancasila sila keempat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan.
b. UUD 1945
1) Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan “ … maka disusunlah suatu Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ….”
2) Batang Tubuh
Pasal 1 Ayat (2) : Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang dasar.
c. Tap MPR RI No. XII/MPR/1998 tentang pembahasan masa jabatan Presiden dan wakil Presiden.
d. Undang-undang, yang terdiri:
1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat,
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1998 tentang Parpol,
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pemilu,
4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
3.12. Analisis Pemilu tahun 1987
Seperti yang di uraikan dalam buku Membedah Politik Orde Baru karya Riswandha Imawan, pada pemilu 1987, ditandai dengan munculnya fenomena ‘kutu loncat’, dimana kader parpol tertentu yang merasa ‘aspirasinya’ sudah tidak lagi sesuai dengan parpol dimana ia berada mulai bermigrasi dengan mudahnya ke partai lain. Dalam konteks ini adalah kader NU yang merasa aspirasinya tidak tertampung di PPP kemudian pindah ke Golkar atau PDI. Selain itu, pun pada pemilu ini keberadaan ABRI mulai menunjukkan sikap netral terhadap ketiga OPP. Dan adapun dari dinamika perkembangan partai, di tahun 1987 ini ada peningkatan suara di partai PDI sebagai partai gurem.
Adapun badan pemilu yang turut dalam upaya mengatur dan mengendalikan pelaksanaan pemilihan umum di tahun ini adalah : , yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan KPPS serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN. Sebenarnya, struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1982. Akan tetapi, warna partai golkar pada era ini semakin berkurang dalam tataran badan-badan pemilu tersebut.


BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
            Berdasarkan uraian di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pemilihan umum atau yang lebih dikenal dengan pemilu adalah suatu sarana dalam memilih para wakil-wakil rakyat yang akan mewakili rakyat di pemerintahan baik pemerintahan tingkat pusat maupun daerah. Proses pemilihan umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil. Pemilu merupakan suatu pesta demokrasi 5 tahunan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan indonesia.
            Dalam makalah ini, penyusun membahas mengenai pemilihan uum pada tahun 1987, dimana pada tahun tersebur pemerintahan masih dikuasai oleh rezim orde baru yaitu Presiden Soeharto. Dalam pemilu tahun 1987 jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilu mengalami suatu penyederhanaan, dimana jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilu hanya berjumlah 3 partai politik yaitu Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan dan Pembangunan.
            Dalam prosesnya, banyak sekali terjadi suatu kecurangan-kecurangan yang terjadi terutama yang dilakukan oleh partai penguasa yaitu partai golkar. Dalam Pemiu tahun 1987, bisa dikatakan pemilu itu hanyalah acara seremonial atau formalitas sebagai tuntutan dari peraturan yang ada. Mengapa seperti ini karena hasil akhirnya sudah bisa dipastikan siapa pemenangnya dan siapa yang kalah. Hal ini dikarenakan pengaruh paratai penguasa di dalam kehidupan benegara sangan kuat.
4.2. Saran
Dalam memahami makalah ini diharapakan pembaca bisa lebih cerdas dengan membandingkan dengan referensi lain agar dalam proses pemahamannya tidak terjadi suatu kesalahan informasi maupun data yang disusun dalam makalah ini. Selain itu, dalam proses penyempurnaan makalah ini, penyusun juga mengharapkan banyak krikit maupun saran yang dapat membangun dalam proses kesempurnaan isi makalah ini.

Sumber buku:
  Budiardjo, Mirriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Jakarta
Imawan, Riswandha. 1997. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka
            Pelajar (Anggota IKAPI).
Syafi’i, Inu Kencana. 2009. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Subakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
            Widisarana Indonesia
Karya Tulis:
Drs. Mardiansyah judulnya Beberapa Catatn Tentang Pemilu 1987
Internet:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7375